Banyak
yang bilang, katanya jadi anak orang kaya & terkenal itu enak. Banyak orang
bilang kalau hidupku itu, kayak mimpi. Aku kaya, apa aja yang aku minta
dikasih, bisa ke luar negri, pintar bahasa asing, kulit putih, dll. Dan mereka
akan bilang “Iya, kamu kan kaya.”
Memang
kenapa kalau aku kaya ? Memang kenapa kalau kulitku putih? Memang kenapa kalau
aku bisa ke luar negri ? Aku tetap manusia kan. Dan, kalian pikir menjadi
seorang anak kaya itu enak ? Semua yang aku mau akan aku dapat ?
Cukup
kalian bilang seperti itu. Kalian bilang hidupku enak ? Kalian iri dengan
duniaku ? Tapi sebenarnya aku ingin hidup biasa. Kenapa ? Karena hidup kaya itu
bukan hal yang mudah. Dan kali ini, aku bercerita tentang, aku.
Aku,
gadis keturunan tionghoa (chinesse). Aku anak pertama dari 3 bersaudara. Dan
yah… Aku bukan anak paling pintar di sekolah. Orangtuaku bisa dibilang kaya.
Tapi, pastinya bukan orang terkaya, hahaha… Biasa saja sih menurutku.
Dari
kecil, aku hidup dengan banyak peraturan, larangan, dan pengawasan ketat. Dan
sampai sekarang, aku merasa aku hidup. Tapi hidupku bukan untukku. Aku hidup
untuk harga diri orangtuaku. Untuk menjadi barang yang dibanggakan orangtuaku.
Kalian
bilang, kalau jadi anak orang kaya mau apa aja diturutin. Salah besar. Mau
diturutin gimana. Orang mereka aja gatau apa yang kita mau / butuh. Uang itu
bukan kebahagiaan sejati.
Orangtuaku
itu sibuk. Mama jaga toko dari pagi sampe sore. Papa, kerja pagi terus pulang
ntah kapan. Kadang harus ke luar kota, pulang malem, nginep, dll. Kalau liburan
juga, gak akan bisa bareng. Pasti harus ada yang gak ikut untuk jaga toko
(biasanya Papa).
Jujur,
aku iri. Aku iri sama temen-temenku yang lain. Kalo berangkat-pulang sekolah diantar
orangtuanya. Aku ? Diantar sama supir. Pulangnya, yang lain makan masakan mama.
Aku ? Makan masakan pembantu. Mama masak juga kadang. Kalo ada perayaan, makan
di luar.
Aku
bersyukur atas hidup yang berkecukupan harta. Tapi, aku sangat kekurangan kasih
sayang, kebersamaan, dan pengertian orangtuaku. Aku lebih memilih hidup biasa,
sederhana. Tapi, orangtuaku ada untukku.
Sebenarnya,
untuk apa mereka bekerja ? Mereka bilang, untuk Aku dan adik-adikku. Tapi,
sebanyak apapun uang yang terkumpul, takkan bisa membeli waktu. Takkan bisa
membeli masa lalu untuk kembali. Dan yang aku butuh dan aku mau bukan uang.
Uang hanya kertas, kalau hilang bisa didapat.
Bagaimana
dengan waktu? Sekali berlalu, dan hilang, takkan kembali lagi. Dan kenangan
yang ada disana, terukir permanen. Tak ada yang dapat menghapusnya. Aku
menghabisakan bertahun-tahun hidupku... Tanpa dimengerti orangtuaku.
Tanyakan
mereka, Apa bakat anakmu ? Apa hobi anakmu ? Apa yang kau lakukan untuk
mendukung bakatnya ? Apa kesedihan yang dialaminya ? Apa dia bahagia ?
Pertanyaan-pertanyaan
sederhana. Semua orangtua seharusnya mengetahui hal itu. Tapi, bukan hal yang
mustahil mereka tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Anak
ber-hak mendapat kasih sayang dan perhatian orangtuanya. Mereka ber-hak
memiliki memori bahagia bersama orangtuanya. Bukan bersama pengsuh mereka!
Untuk
apa memiliki anak ? Untuk diberikan pada pengasuh ? Orangtua yang menyerahkan
anaknya pada pengasuh sangat rugi. Mereka kehilangan momen mengasuh anaknya. Sibuk
dengan pekerjaan mereka. Otak mereka memanipulasi agar mereka bekerja untuk
anak mereka, tapi sebenarnya, mereka hanya bekerja untuk diri mereka sendiri.
Saat
sang anak bertanya “Ma, Pa, waktu aku kecil aku suka ngompol ya?” Apa yang akan
dijawab orangtuanya ? Masa mereka akan menjawab “Gak tau nak. Kamu tanya saja
sama Mbok Inah.” Hancurlah perasaan si anak. Sadar orangtuanya tidak
mengurusinya. Atau bahkan, si anak tak memiliki waktu untuk menanyakannya. Dia
sibuk sekolah, dan PR sedangkan orangtuanya sibuk bekerja.
Isilah
ingatan anak dengan ingatan yang indah. Jangan menghancurkan masa lalunya
dengan rumah tangga yang hancur, dan berbagai masalah keluarga. Hargailah
kemampuan anak. Dan, bantulah anak mengembangkan bakat mereka. Dengan cara
sesederhana apapun.
Karena
anak dapat menyadari dan merasakan. Hal yang dilakukan dengan kasih, cinta,
harapan, atau uang. Rasanya berbeda. Tapi terkadang, mereka hanya tak bisa
mengungkapkannya, karena mereka bahkan tak mengenal dengan siapa mereka bicara.
Papa, dan Mama tapi tidak berlaku seperti Papa dan Mama.
Menjadi
anak orang kaya itu menyenangkan? Bagiku, hal itu menyedihkan dan
memprihatinkan. Anak dibesarkan dengan uang. Bukan dengan kasih sayang. Paling
juga kasih sayang pembantu. Pembantu lebih mengerti anak karena merawatnya.
Jadi, dia anak siapa ? Anak pembantu, atau anak perempuan yang melahirkannya ?
Tidak
boleh melakukan kesalahan. Harus bersikap sopan. Harus cantik. Harus berprilaku
lembut. Harus jadi gadis yang baik. Gak boleh main tanpa diawasi. Harus pintar.
Harus sekolah di sekolah yang bagus. Harus bisa ini, itu, ini, itu, ini, itu.
Kapan
aku punya waktu untuk aku sendiri? Aku ingin bisa berlatih musik seperti yang
lain. Bahkan adikku bisa bermain piano. Tapi aku? Aku harus les inggris, les
pelajaran, belajar, belajar, belajar.
Hal
terburuk adalah karena aku anak pertama, dan aku perempuan. Siapa yang ingin
anak perempuan sebagai anak pertama ? Semua ingin anak laki-laki. Itulah
kenapa, aku merasa mereka tidak bangga akan adanya aku. Setahun setelah aku lahir,
adikku datang, dan dia perempuan. Kemudian, 3 tahun kemudian adik laki-lakiku
lahir.
Dan
ya, bukankah setiap orang akan memilih boneka baru daripada yang lama ?
Aku
hidup bukan untukku. Aku belajar, bergadang, bersekolah, semua bukan untukku.
Untuk mereka. Agar mereka bangga. Agar mereka tidak malu. Agar mereka
melihatku. Dan aku terus membohongi diriku untuk percaya bahwa suatu saat
nanti, mereka akan melihatku.
Semua
sia-sia saja. Semua yang kulakukan tak terlihat. Karena sebagus apapun
pakaianku, secantik apapun wajahku, sepintar apapun otakku, semanis apapun
perlakuanku, setulus apapun aku menyayangi mereka, dan sebesar apapun
keinginanku agar mereka menyadari keberadaanku.
Aku
takkan dapat menyaingi boneka baru. Apalagi boneka itu adalah boneka yang
selalu diidamkan. Sedangkan aku ? Hanya boneka lama yang tak pernah dimimpikan.
Tapi,
aku tidak menyerah. Aku akan diam. Meski aku cemburu, aku takkan melakukan
apapun. Aku tau, akan ada saat dimana nanti, aku dapat membuktikan
keberadaanku. Mungkin sekarang mereka tidak melihatku.
Tidak
apa-apa. Aku menyadari posisiku, dan aku sudah memiliki sebuah kaca yang besar.
Cukup besar untukku berkaca. Aku akan menunggu. Menunggu hari aku untuk
membuktikan diriku.
Orangtuaku
tidak mendukung hobiku. Mereka tidak mendukung yang aku inginkan. “Fokus
belajar” kata mereka. Rasanya ingin ku banting semua bukuku. Aku muak! Aku
lelah! Aku ingin istirahat.
Aku
iri! Aku ingin bisa musik. Aku ingin bisa bela diri. Aku ingin bisa menggambar.
Aku ingin bisa fotografi. Aku ingin menikmati masa mudaku.
Aku
benci terjebak dalam rumah. Aku benci selalu ada mata yang melihatku. Aku benci
saat teman-teman berpesta, aku harus diam di rumah. Aku ingin bisa bermain
seperti yang lain.
Aku
mengerti. Orangtuaku ingin aku aman. Orangtuaku ingin aku siap untuk masa
depanku. Orangtuaku ingin aku pintar untukku. Orangtuakku ingin aku dapat fokus
agar nilaiku di sekolah baik. Orangtuaku ingin aku berhasil dalam hidup.
Orangtuaku menyayangiku.
Tapi,
cara mereka yang salah. Aku juga ingin menikmati masa mudaku. Temanku bertanya
“Kamu bisa main musik?” Aku bilang “Gak. Aku sibuk belajar.” Aku malu. Hidup
ini bukan hanya tentang harta dan belajar. Hidup ini juga untuk dinikmati.
Sekian
artikel ini. Semoga orang diluar sana sadar kalau menjadi kaya itu juga
memiliki sisi tidak enak. Semoga para orangtua sadar kalau anak juga
membutuhkan perhatian mereka, bukan uang. Dan semoga setiap anak sadar kalau
ntah bagaimana mereka memperlakukanmu, orangtuamu menyayangimu, mereka hanya
tidak tau bagaimana cara mengungkapkannya dengan benar. Setidaknya, itulah yang
aku percayai selama ini.
Mohon
maaf kalau banyak kata kata dan pengetikan yang kurang berkenan. Ini artikel
udah agak lama. Kupikir ni artikel belom selsai, jadi males nerusinnya. Setelah
di cek, ternyata udah selesai, sampe penutup. Tinggal sunting typo-typo dikit
si…
Terima
Kasih ^-^
0 komentar:
Posting Komentar