Hai lagi…
Kali ini aku akan
lanjutin artikelku sebelumnya, masih tentang UN. Yaitu UN hari ke-2, dengan
maple Matematika.
Selasa, 10 Mei 2016 aku
sampe di sekolah sekitar jam 6.30. Di lokasi belakang aku ketemu teman-teman
yang lain. Sebelum doa, aku sempat mengajari temanku matematika. Yah, bukan
maksud apa-apa, tapi dia memang agak kurang dalam bidang akademis. Jadi sulit
untuk mengajarinya. Yah… Tapi tetap aja aku mencoba.
Belum selesai
mengajarinya, kami harus memulai doa untuk mempersiapkan dan menenangkan diri
dalam menghadapi UN. Doa emang punya kekuatan yang misterius banget. Kalo aku
doa, rasanya jadi lebih tenang, dan pokoknya beban-beban jadi ilang gitu. Aku
juga jadi lebih santai menghadapi UN. Khawatir sih iya pasti, tapi jadi gak
kepikiran banget tuh. Aku sih percaya aja kalau apapun hasilnya, itu udah
keputusan Tuhan. Dan Tuhan kan juga punya rencana.
Oke, setelah doa aku
memutuskan untuk gak langsung ke lokasi depan. Bukannya gimana-gimana, tapi aku
pengen belajar. Kalo aku ke lokasi depan, selain banyak yang nanya, karena
ramai aku juga gak bisa fokus. Jadi aku sih awalnya mau belajar dengan
sahabatku Bedita. Tapi, temanku yang tadi kuceritakan (A) malah mengikutiku dan
menanyakan cara untuk mengerjakan soal. Selain itu, ada lagi teman lain (C)
yang juga mau menanyakan soal pada Bedita.
Jadinya, aku sibuk
ngajarin A, Bedita sibuk ngajarin C. Sebenernya aku agak terganggu, karna
jadinya aku gak bisa menghafal rumus yang aku butuhkan. Niatku yang awalnya
belajar, malah jadi mengajari. Dan, hal yang A tanyakan padaku itu, bisa
kubilang mudah, jadi ya agak malas juga ngajarinnya.
Tapi, aku gak mau dong
kalo sampe angkatan tahun ini gak lulus 100%. Meski (katanya) UN gak
mempengaruhi kelulusan, tapi kan nilai UN mempengaruhi masuk SMA (untuk beberapa
sekolah). Jadi, aku mengesampingkan kepentinganku sejenak untuk membantunya.
Aku tau dia membutuhkan bantuanku. Teman-teman lain mungkin sudah menyerah
padanya. Aku juga sebenarnya lelah.
Ini saat-saat terakhir
kami di SMP. Dan aku yakin A sudah berusaha untuk berubah menjadi lebih baik.
Dia hanya memerlukan lebih banyak dukungan. Jadi, aku takkan mau jadi teman
yang meinggalkannya begitu saja dalam kegagalan. Kalau masa SMP-nya kurang
berkesan baginya, aku ingin dia mengingat momen-momen terakhir di SMP sebagai
kenangan yang manis. Agar dia tidak membenci masa lalunya. Agar dia bisa
memiliki suatu hal yang indah untuk diingat.
Kembali ke topik awal
(Maaf baper). Beberapa saat sebelum bel akan berbunyi, kami bertiga menuju ke
lokasi depan. C sudah pergi mendahului. Benar saja, di lokasi depan ada banyak
yang bertanya padaku. Tapi untungnya bukan untuk waktu yang lama, karna
kemudian bel berbunyi. Dan suara jeritan teman-temanku (cewe) menyambut UN
Matematika dengan meriah. *aku gak ikut teriak, takut jendela pada pecah semua.
Rasanya deg-degan
banget. Tapi rasanya aku lebih ke semangat daripada takut deh. Waktu menyobek
lembar jawaban, DEG… DEG… DEG… Aku coba menyobek, tapi begitu ada bagian yang
sepertinya sulit di sobek, aku pakai gunting. Aku benar-benar takut akan
merusak lembar jawabku. Masa depan dipertaruhkan. Aku lalu mengisi semua
identitas. Lumayan lama juga…
Tibalah saatnya
mengerjakan soal. Aku memulai dengan baik dan lancar. Mungkin di nomor 20 aku
baru mendapat kesulitan. Dan bukan hanya kesulitan mengerjakan soal. Tapi juga
kehabisan waktu. Aku cukup yakin kalau waktu untuk mengerjakan soal kurang.
Aku mulai khawatir dan
meninggalkan soal yang memakan banyak waktu untuk dikerjakan. 10-5 menit
sebelum bel selesai, ada 5 soal belum kukerjakan. Aku lihat kembali 5 soal itu,
dan berdoa. Memohon Tuhan menolong. Dan, yah, bisan ditebak. Semua rumus dan
hal yang gak kepikiran sama aku untuk mengerjakan soal muncul. Tapi, waktunya
memang kurang. Saat aku sedang menghitung nomor terakhir yang belum kuisi, bel
berbunyi. Beberapa nomer lain terpaksa harus aku karang, karena aku kehabisan
waktu. Semoga aja Tuhan memberkati jawabanku, jadi bener. Amin.
Yah… Udah sih. Gitu aja
kayaknya. Kurang lebihnya harap maklum.
Makasih ^-^
0 komentar:
Posting Komentar